Saturday, January 29, 2011

Pelajaran dari Greg Watson

Gregory D Watson, mahasiswa ekonomi Universitas Texas, mendapat tugas membosankan. Itu terjadi pada 1982, saat dia harus membuat makalah bagi mata kuliah hukum. Greg, demikian dia dipanggil, lalu memilih mengulas dokumen Amandemen Persamaan Hak yang belum diratifikasi.

Saat membongkar tumpukan dokumen sidang Kongres AS itu, mata Greg tertumbuk pada satu dokumen amandemen lain, yang juga belum diratifikasi: Amandemen Kompensasi Kongres. Isinya sederhana, "Tak ada hukumnya, mengubah kompensasi atas pengabdian senator dan wakil rakyat, sampai sebuah pemilihan terjadi.”

Greg tahu, itu adalah usulan usang. Dia muncul pada 1789.

Tapi berbeda dengan proposal Amandemen Persamaan Hak yang berbatas waktu ratifikasi tujuh tahun, Amandemen Kompensasi Kongres ini tak bertenggat. Watson pun menyelam lebih dalam.

Dia menemukan amandemen ini baru diratifikasi tujuh negara bagian, dan ditolak lima negara bagian. Pada 1873 misalnya, Kongres menaikkan gaji yang bisa berlaku mundur sehingga mengundang kecaman luas. Akhirnya keputusan itu dibatalkan Kongres. Pada 1873 itu pula, Watson menemukan, Negara Bagian Ohio meratifikasi Amandemen Kompensasi Kongres, sebagai bentuk protes atas ulah Kongres menaikkan gaji sendiri.

Watson pun mengubah topik makalahnya. Dia lalu menuliskan kisah usul Amandemen Kompensasi Kongres ini sebagai topik makalahnya. Di luar dugaan, dosennya justru memberi nilai “C” pada makalah itu.

Tapi Watson terlanjur penasaran. Dia bertekad, Amandemen ini harus berhasil masuk dalam konstitusi Amerika Serikat, yakni didukung tiga perempat dari 50 negara bagian Amerika Serikat, atau 38 negara bagian. Saat itu, ratifikasi baru dilakukan oleh tujuh negara bagian.

Dia lalu menjalankan taktik berikut: mendekati negara bagian yang, senat atau pun dewan perwakilan rakyatnya, dikuasai satu partai. Maine salah satunya. Pada 1983, Maine resmi meratifikasi usul Amandemen ini. Setahun kemudian Colorado. Setelah majalah Legislatif Negara Bagian memberitakan, muncul pengakuan Wyoming telah meratifikasinya pula sejak 1873.

Sambil bekerja sebagai staf di Dewan Perwakilan Rakyat Texas, di waktu luangnya, Watson menyurati negara-negara bagian lain agar mendukung ratifikasi Amandemen ini. Satu-satu nama besar bergabung dalam gerakannya. Antara lain, Ralph Nader, mantan calon Presiden independen Amerika Serikat.

Pada 1989, koran berpengaruh The Washington Post memberitakan perjuangan Watson yang berhasil mengumpulkan 27 negara bagian meratifikasi Amandemen Kompensasi Kongres ini. Tahun itu pula, tujuh negara bagian lain ikut, kemudian dua di 1990 dan satu lagi 1991. Tahun 1992, Michigan dan New Jersey bersaing menjadi yang ke-38 itu, dan Michigan-lah yang berhasil. 18 Mei 1992, resmi lahir amandemen ke-27 alias terakhir konstitusi Amerika Serikat.

"Rakyat Amerika ingin sebuah Kongres yang jujur, yang memiliki integritas,” kata Watson mengomentari keberhasilannya kepada The New York Times. Jurnalis media itu kemudian mencari dosennya yang dulu memberi nilai “C”. Sang dosen menyatakan menyesal. Sayangnya, kata si dosen, nilai itu tak bisa diamandemen.

“Luar biasa dan sendirian, Greg Watson telah mengamandemen konstitusi,” kata John W Dean, bekas Penasihat Presiden Amerika Serikat dalam tulisannya di www.findlaw.com.

Namun sayang, kata Dean, Kongres tak mengacuhkan hasil perjuangan Watson meski telah menjadi hukum tertinggi di Amerika Serikat. Sejak 1997, Kongres Amerika telah empat kali menaikkan gaji berdasarkan aturan penyesuaian biaya hidup alias cost-of-living-adjustment (COLA), sebuah standar penyesuaian pengupahan di Amerika setiap tahun berdasarkan inflasi.

Pada 2010 lalu, penyesuaian kembali dilakukan tanpa penolakan dari Kongres. Aturan COLA ini telah ada jauh sebelum Amandemen Kompensasi Kongres resmi jadi konstitusi Amerika.

“Mereka (Kongres-red) mengklaim tidak melanggar aturan amandemen; justru mereka mengikuti aturan sebelumnya (sebelum amandemen resmi disahkan pada 1992-red),” kata Dean. Sejauh ini, katanya, tak ada yang menggugat ini ke Pengadilan, atau bisa memaksa Kongres berhenti menaikkan gaji sendiri.

Parlemen Kenya

Parlemen menaikkan gaji sendiri ini ternyata bukan fenomena Amerika Serikat atau Indonesia saja. Kenya, negara yang disebut paling demokratis di benua Afrika juga mengalami hal serupa. Pada 2007 lalu, Parlemen Kenya membuat aturan remunerasi sekitar Rp600 juta yang akan diterima oleh tiap orang dari 222 anggotanya.

Pada Juni 2010, lagi-lagi para wakil rakyat Kenya ini membuat berita dengan menaikkan gaji bulanan mereka. Mereka buru-buru ingin menaikkan gaji sebelum konstitusi baru Kenya melarang menaikkan gaji sendiri akan berlaku.

“Anda, sebagai pegawai, tak bisa menentukan gaji sendiri. Mereka adalah pegawai Kenya, dan tak boleh menentukan gaji mereka sendiri. Bahkan gaji Presiden saja tak ditentukan Presiden, namun anggota parlemen menentukan gaji mereka sendiri,” kata Okia Omtata, seorang aktivis lembaga swadaya masyarakat memprotes.

Untuk menaikkan gaji ini, parlemen Kenya tak sepenuhnya sendiri. Mereka menunjuk sebuah komite untuk mempelajari berapa gaji mereka yang pas. Namun Omtata menuding, komite ini justru menjustifikasi kenaikan gaji anggota parlemen.

Cara Inggris menaikkan gaji

Pada 1971, Inggris membentuk Badan Peninjauan Gaji Pejabat (SSRB). Badan ini memberi nasihat independen kepada Perdana Menteri, Ketua Parlemen dan Menteri Pertahanan mengenai remunerasi pegawai hukum, pegawai negeri sipil senior, tentara senior dan sektor-sektor publik lainnya termasuk Parlemen itu sendiri.

"Dengan demikian, diharapkan ada penilaian dan kriteria obyektif dalam menentukan keuangan parlemen dan anggota, karena nantinya parlemen (dan pemerintah) yang akan menetapkan anggaran," kata Ronald Rofiandri, Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan.

Bahan yang disiapkan oleh SSRB ini, beserta sidang parlemen dalam menetapkan keuangannya, dapat diakses oleh masyarakat sehingga ada kontrol dari luar parlemen, dan penyalahgunaan kekuasaan dapat dicegah.

Nasihat SSRB ini tak mutlak dilaksanakan Pemerintah. Awal Januari 2011 ini, Perdana Menteri Inggris, David Cameron, menolak melaksanakan rekomendasi SSRB yang mendukung kenaikan gaji parlemen. Pemerintah menolak, dengan alasan tak mau mengundang kemarahan publik sebab Inggris masih sempoyongan karena krisis ekonomi.

Tahun lalu, gaji tahunan anggota parlemen Inggris sudah naik, dari 59.095 poundsterling - seperti yang ditetapkan pada April 2005 - menjadi 65.738 poundsterling. Bila dinaikkan lagi sebesar satu persen untuk periode 2011-2012 - seperti yang diusulkan SSRB - maka pendapatan anggota parlemen akan bertambah 657 pound sterling.

Tapi terlepas dari adanya badan semacam SSRB ini, Ronald mengingatkan satu hal tak kalah penting, harus ada aturan soal perubahan gaji Presiden, atau anggota parlemen, berlaku pada hasil Pemilu berikutnya. "Untuk kepentingan objektifitas, dan menghindari konflik kepentingan," ujarnya.(np)

Sumber: www.findlaw.com, The Guardian, VOAnews, dan www.america.gov
• VIVAnews

No comments:

Post a Comment

Bagikan ke :